Wednesday, April 24, 2013

HUKUM DAN KOMUNIKASI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Definisi tentang Pers UU No. 40
Istilah “pers” berasal dari kata persen Belanda, press Inggris, yang berarti  “menekan” yang merujuk pada alat cetak kuno yang digunakan dengan menekan secara keras untuk menghasilka  karya cetak pada lembaran kertas.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jur-nalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyam-paikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dari pengertian pers menurut UU No. 40 Tahun 1999, pers memiliki dua arti, arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pers menunjuk pada lembaga sosial atau pranata sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi.  Sedanglan dalam arti sempit, pers  merujuk pada wahana / media komunikasi massa baik yang lektronik dan cetak.
Wahana komunikasi massa ada dua jenis, yaitu media cetak dan media elektronik.  Media massa elektronik, adalah media massa yang menyajikan informasi dengan  cara mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik, seperti radio, televisi, internet, film.  Sedangkan media massa cetak, adalah segala bentuk media massa yang menyajikan informasi dengan cara mencetak informasi itu di atas kertas.  Contoh, Koran, majalah, tabloid, bulletin.

2.2 Pengertian  Lembaga Pers
suatu lembaga kemasyarakatan yang kegiatannya melayani dan mengatur kebutuhan hati nurani manusia selaku makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari sehingga dalam organisasinya pers akan menyangkut segi isi dan akibat dari proses komunikasi yang melibatkannya.


2.3 Pengertian Perusahaan Pers
Perusahaan pers, yaitu badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.
           


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pasal 5
          Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Ø  Penafsiran:
a.      Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak
b.      Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah

Identitas subjek berita tidak hanya berupa nama lengkap dan foto, melainkan apapun yang memudahkan khalayak melacak keberadaannya, seperti alamat jelas, nama anggota keluarganya, dan nama rekan kerja atau teman sekolahnya.

Pers perlu melindungi identitas korban pelecehan atau perundungan seksual agar mereka tidak mengalami “trauma kedua” atau seperti kata pepatah “sudah jatuh, tertimpa tangga pula”

Penting pula melindungi identitas pelaku tindak kejahatan yang masih kanak-kanak---lazimnya belum berumur 16 tahun---karena perilaku mereka masih dapat berubah dan mereka dapat menjadi warga yang baik serta berguna setelah dewasa.

2.1 Kasus Berita
A.    Nama Media              : Media Online (SUNGGUMINASA,TRIBUN-TIMUR.COM)

B.     Hari/Tanggal             : Minggu, 24 Maret 2013 19:58 WITA

C.      Judul/Topik               : Tersangka Kasus Kekerasan & Pelecehan Anak di Gowa Tidak
                                                   Ditahan

D.    Kutipan Temuan              : “Nurhaema (60) tersangka kasus kekerasan anak dibawah umur     
terhadap Rina (14) Jl. Wahidin Sudirohusodo II, lrg.II, Kelurahan Batangkaluku, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.”

                                                                   Nurhaema dilaporkan ke Polres Gowa oleh Rina bersama
                                                    dengan para warga sekitar..”

                                                   “Korban diasuh sejak umur 4 tahun oleh keluarga Abdul Asiz
                                                    (Alm) dan tersangka Nurhaema. Dari keterangan para tetangga
                                                    Rina selalu dipukul dan disiksa bahkan dijadikan budak juga
                                                    disekolahan

E.     Analisis Kasus           :
1.      Dalam penyiaran kasus ini telah melanggar pasal 5
Isi berita yang dikeluarkan oleh media online, Tribun-Timur.com terbukti melanggar pasal 5 Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pelanggaran terjadi pada penafsiran mengenai larangan penyebaran informasi identitas korban kejahatan susila. Dalam penafsiran pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sudah dijelaskan, bahwa wartawan harus melindungi identitas korban kejahatan susila agar mereka tidak mengalami trauma kedua. Serta menyebutkan secara lengkap alamat tempat tinggal si korban.

2.      Dalam penafsiran pasa 5 Kode Etik Jurnalistik sudah dijelaskan, bahwa wartawan harus melindungi identitas korban apalagi yang masih dibawah umur. Serta menyebutkan secara lengkap alamat tempat tinggal si korban.

3.      Berita tersebut dikatakan melanggar pasal 5 Kode Etik Jurnalistik karena adanya informasi yang menyebutkan nama korban yang masih hidup serta adanya kalimat yang menerangkan alamat jelas tempat tinggal korban terjadi dengan cukup spesifik.

4.      Pembuatan isi berita tersebut dapat diminimalisir pelanggarannya dengan tidak perlu menyebutkan nama korban apalagi masih dibawah umur, Serta tidak perlunya menginformasikan tempat tinggal terjadinya korban secara spesifik.

5.      Dampak pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan dengan menyebutkan identitas korban tidak dirasakan oleh sang wartawan. Namun, korban yang masih dibawah umur ini akan merasa tertekan oleh omongan orang-orang disekitar lingkungannya yang membuat psikologis si korban akan terganggu adannya rasa ingin bunuh diri karena malu atau merasa trauma yang kedua oleh orang-orang sektitar, teman-teman rumah, dan sekolahnya. dan masa depan si korban akan sinarnah apabila ia trauma yang menimbulkan dampak stres atau terganggu jiwanya.











BAB III
LAMPIRAN KASUS BERITA
Untitled.png

BAB IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Wartawan sebagai orang yang dipercayai oleh masyarakat untuk menyampaikan informasi secara faktual dan aktual sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat masih kurang teliti dalam memahami dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang menjadi dasar panduan untuk wartawan menyangkut masalah penggunaan bahasa dan petunjuk perilaku dalam membuat sebuah berita. Pelanggaran kode etik yang dilakukan wartawan ternyata tak hanya merugikan wartawan saja, tapi dapat juga merugikan pihak lain yang terkait dalam pemberitaan yang disampaikan sehingga mungkin saja menimbulkan dampak-dampak negatif yang dapat membahayakan jiwa seseorang.

3.2  Saran
Dewan Pers, sebagai lembaga yang mengawasi pergerakan pers perlu mengadakan  pengujian secara berkala bagi para wartawan mengenai pemahaman tentang kode etik jurnalistik. Wartawan pun seharusnya dapat lebih mengerti, memperhatikan, dan mempatuhi peraturan yang sudah disepakati dalam Kode Etik Jurnalistik untuk menghindari terjadinya pelanggaran yang dapat merugikan baik bagi dirinya maupun maupun orang lain.
Pemberian sanksi yang jelas bagi wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik juga perlu ditingkatkan agar memberikan efek jera bagi wartawan yang sering kali terbukti melanggar kode etik jurnalistik. Serta mengikuti uji kompetensi kewartawanan








HUKUM DAN KOMUNIKASI
(Pengaduan Penyalahagunaan Kode Etik Jurnalistik ke Dewan Pers)

Disusun oleh:
R. Rian Alief Septiadi
2011 11 0075
Kel. C


INSTITUT ILMU SOSIAL DAN POLITIK
JAKARTA, APRIL 2013

No comments:

Post a Comment